Senin, 22 Oktober 2012

HADIS

1. Pengertian Hadis Hadits sering juga disebut sunnah, dua istilah ini secara umum mempunyai maksud yang sama dan digunakan di dalam pembahasan agama sehari-hari. Sunnah menurut etimologi adalah perjalanan, pekerjaan atau cara. Sedangkan menurut terminologi, sunnah berarti segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad Saw, selain Al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir yang dijadikan sebagai dalil hukum syariat. Dalam Al-Qur’an kata sunnah disebut sebanyak 16 kali yang tersebar dalam beberapa surat yang mengandung arti kebiasaan yang berlaku dan jalan yang diikuti. Adapun kata hadits berasal dari bahasa Arab “ Al-Hadits” artinya baru atau berita. Sedangkan menurut istilah adalah segala tingkah laku Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan (taqrir). Berdasarkan definisi diatas, hadits dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Hadits qauliyah, yaitu segala bentuk perkataan atau ucapan Nabi saw, yang didengar oleh sahabat-sahabatnya kemudian disampaikan kepada orang lain. Contohnya,’’ Telah mendegar Umar bin Khatab r.a. Rasulullah saw bersabda.” Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap orang hanya memperoleh apa yang diniatkannya.”(HR Bukhari). b. Hadits fi’liyah, yaitu segala bentuk perbuatan Nabi saw, yang dilihat oleh sahabat-sahabatnya kemudian disampaikan kepada orang lain. Contohnya,” Muslim meriwayatkan dari Ustman r.a. ia berkata:”Aku pernah melihat Rsulullah saw berwudhu seeprti wudhuku ini, lalu beliau bersabda:”Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni, sementara shalat(sunnah)nya dan perjalanannya menuju masjid menjadi penyempurnaan bagi dihapuskannya dosa-dosanya.” c. Hadits taqririyah, yaitu ketetapan Nabi, yaitu diamnya Nabi atas perkataan atau perbuatan sahabat; tidak ditegur atau dilarangnya. Contohnya saat Nabi melihat seorang sahabat memakan daging dhab (sejenis biawak) di hadapannya. Nabi saw, tidak member komentar tentang apa yang dilakukan sahabatnya itu. Hal ini menunjukan bahwa Nabi saw, membolehkan (hukumnya tidak haram) memakan daging sejenis biawak itu. 2. Kedudukan Hadits Kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, sehingga dalam memutuskan persoalan harus berdasarkan wahyu Allah sebagai petunjuk. Allah Swt. berfirman, yang artinya:” Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”(Q.S Al-Maidah[5]:48). Sedangkan dalam hadits Nabi Muhammad saw, yang artinya” Sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, dimana kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh dengan keduanya yakni kitaballah dan sunnah rasul.”(H.R Malik) 3. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an diantaranya: 1. Memperkuat hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Contohnya salat, zakat, haji, puasa, larangan syirik kepada Allah Swt, meyakiti kedua orang tua, dan sebagainya. Semua hukum tersebut ditegaskan oleh Al-Qur’an selain itu juga dikokohkan hukum-hukum tersebut oleh hadis. Contoh larangan syirik yang sudah di jelaskan di dalam Al-Qur’an tapi diperkuat lagi oleh hadis. Allah Swt. berfirman: They do blaspheme who say: "Allah is Christ the son of Mary." But said Christ: "O Children of Israel! worship Allah, my Lord and your Lord." Whoever joins other gods with Allah,- Allah will forbid him the garden, and the Fire will be his abode. There will for the wrong-doers be no one to help. Artinya:” Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun.”(Q.S Al-Maidah[5]:72) Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya:” Siapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun; masuklah ia ke dalam surga. Dan siapa yang meninggalkan dunia menyekutukan Allah dengan sesuatu (dalam keadaan syirik), maka masuklah dia ke dalam neraka.”(H.R Muslim) 2. Sebagai penjelasan atau perincian ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum.contohnya merinci waktu salat. Karean Al-Qur’an hanya mengatakan bahwa: When ye pass (Congregational) prayers, celebrate Allah's praises, standing, sitting down, or lying down on your sides; but when ye are free from danger, set up Regular Prayers: For such prayers are enjoined on believers at stated times. Artinya:” Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(Q.S An-Nisa[4]:103) Kapan waktu pelaksanaanya. Maka hal ini dijelaskan dalam hadis. Seperti waktu Zhuhur adalah apabila matahari telah condong dan baying-bayang orang sudah sama dengan panjangnya sementara waktu Ashar belum tiba. Waktu Ashar adalah selama matahari belum menguning, waktu Maghrib adalah selama mega belum hilang, waktu salat Isya adalah sampai pertengahan malam dan waktu salat Subuh adalah sejak terbitnya fajar sampai sebelum matahari terbit. Maka jelaslah bahwa sunah itu berperan penting dalam menjelaskan maksud-maksud yang terkandung dalam Al-Qur’an, sehingga dapat menghilangkan kekeliruan dalam memahami Al-Qur’an. 3. Menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat di dalam Al-qur’an, seperti haram kawin dengan mengumpulkan wanita dan saudara ibunya, haram memakan binatang yang bertaring dan berakar, haram bagi kaum laki-laki memakai perhiasan emas dan kain sutera. Contoh hadis yang melarang kaum laki-laki memakai perhiasan emas dan kain sutera. Dari Abu Musa Al Asy’ary ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda, “Memakai kain sutera dan emas itu haram bagi umatku yang laki-laki; dan halal bagi umatku yang perempuan.” (HR. At Turmudzy) Dari Umar bin Khattab ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera, karena sesungguhnya orang yang telah memakainya di dunia maka nanti di akhirat tidak akan memakainya lagi.” (HR. Bukhari Muslim) Dari Anas ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Barangsiapa yang memakai kain sutera di dunia maka ia tidak akan memakainya nanti di akhirat.” (HR. Bukhari Muslim) 4. Menerapkan maksud dan tujuan ayat 5. Menarapkan akhlak Nabi saw, untuk diteladani oleh umat islam. Tahukah Anda! Istilah-istilah dalam hadits yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: 1. Matan, yaitu isi atau perkataan hadits yang disampaikan. 2. Rawi (perawi), yaitu orang yang membawa (meriwayatkan) hadits atau membukukannya. Perawi pertama adalah para sahabat, kemudian para tabi’in sampai kepada penyusun hadits, seperti Bukhari, Muslim, dan sebagainya. 3. Sanad, yaitu orang yang menjadi sandaran dalam meriwayatkan hadits. Dengan kata lain, sanad adalah orang-orang yang menjadi perantara dai Nabi Muhammad saw ke perawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar