Senin, 20 Desember 2010

TIGA AZAS AGAR ILMU BERMANFAAT

Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa dahulu pada masa kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki punya 80 buah peti yang penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya, namun ia tidak beroleh manfaat dari ilmunya. Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi-nya untuk menyampaikan kepada lelaki tersebut: "Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak, niscaya ilmu itu tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali jika engkau mengerjakan tiga hal berikut:

Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima pahala-Nya;

Jangan berteman dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang beriman;

Jangan mengganggu seseorang, karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang yang beriman."

-----------------------------------------------------------

Sumber : Terjemahan Kitab Nashaihul ’Ibaad – Menjadi Santun dan Bijak

Balasan Surga Bagi Anak Yang Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Saudaraku ... Sudahkah kita berbakti kepada orang tua dengan benar? Mungkin kita katakan diri kita telah berbakti. Ternyata masih amat jauh dari dikatakan berbakti. Risalah ini kami sarikan dari pembahasan Syaikh Musthofa Al Adawihafizhohullah dalam kitab beliau yang sangat bermanfaat "Fiqh At Ta’amul Ma’al Walidain". Semoga bermanfaat.
Pertama: Menghormati keduanya dengan tidak memandang keduanya dengan pandangan yang tajam dan tidak meninggikan suara di hadapan mereka
Dalam Shohih Bukhari no. 2731, 2732, dari Miswar bin Makhromah dan Marwan …, di dalamnya disebutkan bahwa jika para shahabat berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil merendahkan suara dan mereka tidak memandang tajam kepadanya.
Inilah yang dilakukan oleh para shahabat di hadapan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam yang mereka hormati seperti orang tua mereka. Sehingga beradab kepada kedua orang tua dimisalkan dengan cara seperti ini pula.

Kedua: Tidak mendahulukan untuk berbicara kepada kedua orang tua
Adab ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umarradhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَأُتِىَ بِجُمَّارٍ فَقَالَ « إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً مَثَلُهَا كَمَثَلِ الْمُسْلِمِ » . فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِىَ النَّخْلَةُ ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ الْقَوْمِ فَسَكَتُّ ، قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « هِىَ النَّخْلَةُ »
“Dulu kami berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah bagian dalam pohon kurma. Lalu beliau mengatakan, “Sesungguhnya di antara pohon adalah pohon yang menjadi permisalan bagi seorang muslim.” Aku (Ibnu ‘Umar) sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma. Namun, karena masih kecil, aku lantas diam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, “Itu adalah pohon kurma.” (HR. Bukhari no. 72 dan Muslim no. 2811)
Inilah sikap shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Di mana beliau tidak mau mendahulukan pembicaraan jika ada yang lebih tua umurnya di hadapannya. Padahal sebenarnya Ibnu ‘Umar mampu menjawab ketika itu. Dari sini, tidak ragu lagi, demikian pula seharusnya beradab di hadapan orang tua.
Ketiga: Tidak duduk di hadapan kedua orang tua yang sedang berdiri
Larangan ini dapat dilihat dalam hadits dari Jabir. Beliau mengatakan,
اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَأَبُو بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيرَهُ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآنَا قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا فَصَلَّيْنَا بِصَلاَتِهِ قُعُودًا فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ « إِنْ كِدْتُمْ آنِفًِا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّومِ يَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُمْ قُعُودٌ فَلاَ تَفْعَلُوا ائْتَمُّوا بِأَئِمَّتِكُمْ إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau, sedang beliau shalat sambil duduk dan Abu Bakar mengeraskan bacaan takbirnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada kami. Beliau melihat kami shalat sambil berdiri. Lalu beliau berisyarat, kemudian kami shalat sambil duduk. Tatkala salam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, ‘Jika kalian baru saja bermaksud buruk, tentu kalian melakukan seperti yang dilakukan oleh orang Persia dan Romawi. Mereka selalu berdiri untuk memuliakan raja-raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk. Ikutilah imam-iman kalian. Jika imam tersebut shalat sambil berdiri, maka shalatlah kalian sambil berdiri. Dan jika imam tersebut shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil duduk’.” (HR. Muslim no. 413)
Syaikh Mushtofa Al ‘Adawy mengatakan, “Dalam hadits ini disebutkan mengenai hukum shalat sambil berdiri sedangkan imam shalat sambil duduk dan perinciannya bukan di sini tempatnya. Namun, dapat diambil pelajaran bahwa kita dilarang duduk ketika orang tua kita berdiri di hadapan kita. Maka adab ini tetap bisa diambil sebagai pelajaran dari hadits ini.”
Keempat: Tidak mendahulukan dirinya sendiri sebelum kedua orang tua
Hal ini dapat dilihat dalam kisah tiga orang yang tertutup dalam goa dan tidak bisa keluar. Salah seorang di antara mereka bertawasul dengan amalan berbakti kepada kedua orang tuanya. Yaitu dia selalu memberikan susu kepada kedua orang tuanya sebelum memberikan kepada anak-anaknya bahkan dia bersabar menunggu untuk memberikan susu tersebut kepada orang tuanya sampai terbit fajar. (HR. Bukhari no. 5974 dan Muslim no. 2743)
Kelima: Meminta maaf kepada kedua orang tua
Seyogyanya seorang anak meminta maaf atas kesalahan dirinya kepada kedua orang tuanya karena setiap orang yang berbakti kepada kedua orang tua belum tentu bisa menunaikan seluruh hak mereka.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An-Nisa`: 36)
Manusia yang paling berjasa terhadap seseorang adalah kedua orang tua. Melalui keduanya Allah mentakdirkan keberadaannya. Ibunya yang telah mengandungnya selama sembilan bulan dengan penuh susah payah. Ibunya yang telah menyusuinya selama masa yang telah dikehendaki oleh Allah. Ibunya yang mengasuhnya, merawatnya dan menyayanginya semasa kecilnya. Demikian juga ayahnya yang membanting tulang untuk memenuhi segenap kebutuhannya, dan mendidiknya hingga dewasa. Ayahnya yang melindunginya dari berbagai mara bahaya.

Berbagai jasa orang tua diberikan kepada anak sejak di dalam kandungan hingga ia lahir, dan berkembang menjadi dewasa. Semua itu diberikan oleh orang tua tanpa mengharapkan balasan apa-apa dari si anak. Bahkan ketika dewasa pun orang tua tidak serta merta melepasnya, tetapi tetap membantu menyelesaikan segala persoalan hidupnya.

Banyaknya jasa orang tua itulah maka Islam menempatkan sikap hormat kepada orang tua sebagai kedudukan kedua setelah Allah. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan bahwa hormat dan berbakti kepada orang tua memiliki kedudukan yang tinggi.
Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman,
كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ
Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.” (QS. ‘Abasa [80] : 23). Maksudnya adalah manusia tidaklah dapat melaksanakan seluruh perintah Rabbnya.
Lihatlah saudara-saudara Yusuf, mereka meminta maaf untuk diri mereka kepada orang tuanya karena kesalahan yang telah mereka perbuat. Mereka berkata,
يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ
"Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". (QS. Yusuf [12] : 97)
Keenam: Janganlah seorang anak membalas orang tua yang mencelanya
Karena Allah Ta’ala berfirman,
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah".” (QS. Al Isro’ [17] : 23)
Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah engkau memperdengarkan pada keduanya kata-kata yang buruk. Bahkan jangan pula mendengarkan kepada mereka kata ‘uf’ (menggerutu) padahal kata tersebut adalah sepaling rendah dari kata-kata yang jelek.”
Lihatlah kisah Bilal bin Abdullah bin ‘Umar dengan ayahnya berikut.
Dalam Shohih Muslim no. 442 dari jalan Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا
Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian, maka izinkanlah mereka.
Kemudian Bilal bin Abdullah bin ‘Umar mengatakan,
وَاللَّهِ لَنَمْنَعُهُنَّ
“Demi Allah, sungguh kami akan menghalangi mereka.”
Lalu Abdullah bin ‘Umar mencaci Bilal dengan cacian yang jelek yang aku belum pernah mendengar sama sekali cacian seperti itu dari beliau. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, “Aku mengabarkan padamu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu engkau katakan ‘Demi Allah, kami akan mengahalangi mereka!!’
Lihatlah bagaimana Bilal sama sekali tidak membalas cacian ayahnya. Semoga kita bisa meneladani hal ini.
Ketujuh: Seorang anak harus betul-betul menginginkan kebaikan pada orang tuanya
Anak yang sholih haruslah selalu mengharapkan kebaikan kepada kedua orang tuanya. Walaupun kedua orang tuanya tersebut adalah kafir, anak sholih hendaklah selalu berharap orang tuanya mendapatkan hidayah dan terlepas dari adzab. Hendaklah dia selalu menasehati dan memberi peringatan kepada orang tuanya sampai dia meninggal dunia.
Lihatlah kekasih Allah yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau tidak henti-hentinya menasehati orang tuanya dengan perkataan yang lembut. Dia mencoba menasehati ayahnya dengan panggilan lembut yang dikenal oleh orang Arab yaitu ‘Yaa Abati’. Perhatikanlah kisah beliau dalam ayat berikut ini,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45)
Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quraan) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".” (QS. Maryam [19] : 41-45)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam juga meminta ampunan Allah kepada orang tuanya setelah kematiannya. Namun, hal ini telah dilarang oleh Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At Taubah [9] : 114)

Hukum-hukum Zakat

BAGAIMANA CARA PENGELUARAN ZAKAT HARTA PENGHASILAN?

Ulama-ulama salaf yang berpendapat bahwa harta penghasilan
wajib zakat, diriwayatkan mempunyai dua cara dalam
mengeluarkan zakatnya:

1. Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh
penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib
zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat
itu terlebih dahulu dari membelanjakannya, dan bila tidak
ingin membelanjakannya maka hendaknya ia mengeluarkan
zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain.

Hal serupa atau dekat dengan pendapat tersebut adalah
pendapat Auza'i tentang seseorang yang menjual hambanya atau
rumahnya bahwa ia wajib mengeluarkan zakat sesudah menerima
uang penjualan ditangannya, kecuali bila ia mempunyai bulan
tertentu untuk mengeluarkan zakat, maka ia hendaknya
mengeluarkan zakat uang penjualan tersebut bersamaan dengan
hartanya yang lain tersebut.

Ini berarti bahwa bila seseorang mempunyai harta yang
sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya dan mempunyai masa
tahun tertentu maka hendaknya ia mengundurkan pengeluaran
zakat penghasilannya itu bersamaan dengan hartanya yang
lain, kecuali bila ia kuatir penghasilannya itu
terbelanjakan sebelum datang masa tahunnya tersebut yang
dalam hal ini ia hendaknya segera mengeluarkan zakatnya.

2. Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus
mengeluarkan zakat ada bulan tertentu kemudian memperoleh
uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak
wajib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang
bulan untuk mengeluarkan zakatnya itu. Tetapi bila ia tidak
harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia
memperoleh uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada
waktu uang tadi diperoleh.

Pendapat itu dengan demikian memberikan keistimewaan kepada
orang-orang yang mempunyai uang yang harus dikeluarkan
zakatnya pada bulan tertentu itu, dan tidak memberikan
keistimewaan kepada orang yang tidak mempunyai uang seperti
itu. Yaitu membolehkan orang-orang yang pertama tadi
membelanjakan penghasilannya tanpa mengeluarkan zakat
kecuali bila masih bersisa sampai bulan tertentu yang
dikeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain,
sedangkan mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain harus
mengeluarkan zakat penghasilannya pada waktu menerima
penghasilan tersebut. Kesimpulannya: memberikan keringanan
kepada orang yang mempunyai kekayaan lain dan memberi beban
berat kepada orang yang tidak mempunyai kekayaan selain
penghasilannya tersebut.

Dalam masalah ini yang lebih kuat menurut saya adalah
pendapat bahwa penghasilan yang mencapai nisab wajib diambil
zakatnya, sebagaimana yang dikatakan Zuhri dan Auza'i, baik
dengan mengeluarkan zakatnya begitu diterima ini khususnya
bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain yang bermasa
wajib zakat tertentu ataupun dengan mengundurkan pengeluaran
zakat sampai batas setahun bersamaan dengan kekayaannya yang
lain bila ia tidak kuatir akan membelanjakannya, tetapi bila
ia kuatir penghasilan itu akan terbelanjakan olehnya, maka
ia harus mengeluarkan zakatnya segera. Dan juga sekalipun ia
membelanjakan penghasilannya itu, maka zakatnya tetap
menjadi tanggungjawabnya, dan bila tidak mencapai nisab,
zakatnya dipungut berdasar pendapat Makhul yaitu bahwa
kekayaan yang sudah sampai bulan pengeluaran zakat harus
dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus dibelanjakan untuk
nafkah sendiri dan tanggungannya tidak diambil zakatnya, dan
bila ia tidak mempunyai harta lain, ia harus mengeluarkan
zakatnya pada waktu tertentu, sedangkan penghasilan yang
tidak mencapai nisab, tidak wajib zakat sampai mencapai
nisab bersama dengan kekayaan lain yang harus dikeluarkan
zakatnya pada waktu itu dan masa sampainya dimulai dari saat
tersebut.

Pemilihan pendapat yang lebih kuat diatas berarti memberikan
keringanann kepada orang-orang yang mempunyai gaji kecil
yang tidak cukup senisab dan kepada mereka yang menerima
gaji kecil pada waktu-waktu tertentu yang per satu kali
waktu tidak cukup senisab.

Pengeluaran Zakat Pendapatan dan Gaji Bersih

Setelah kita menegaskan pendapat yang terpilih tentang
kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya, maka kita
menegaskan pula bahwa zakat tersebut hanya diambil dari
pendapatan bersih.

Pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan
supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah
seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan
karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan
kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas
jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok
sebagaimana telah kita tegaskan di atas. Juga harus
dikeluarkan biaya dan ongkos-ongkos untuk melakukan
pekerjaan tersebut, berdasarkan pada pengqiasannya kepada
hasil bumi dan kurma serta sejenisnya, bahwa biaya harus
dikeluarkan terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan zakatnya
dari sisa. Itu adalah pendapat 'Atha dan lain-lain.

Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun
wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedangkan gaji dan
upah setahun yang tidak mencapai nisab uang - setelah
biaya-biaya diatas dikeluarkan misalnya gaji pekerja-pekerja
dan pegawai-pegawai kecil, tidak wajib zakat.

PERHATIAN

Bila seseorang sudah mengeluarkan zakat gaji, penghasilan,
atau sejenisnya pada waktu menerimanya, maka tidak wajib
zakat lagi pada waktu masa tempo tahunnya sampai, sehingga
tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua kali pada
satu kekayaan dalam satu tahun. Karena itulah kita
menegaskan dalam pembahasan mengenai harta penghasilan bahwa
bila seseorang mempunyai penghasilan itu maka ia harus
menangguhkan pengeluaran zakatnya sampai bersamaan dengan
pengeluaran zakat kekayaannya yang lain yang sudah jatuh
tempo zakatnya, bila ia tidak kuatir penghasilannya itu akan
terbelanjakan olehnya sebelum temponya sendiri jatuh.

Kita berikan contoh tentang itu bahwa seseorang mempunyai
kekayaan yang dikeluarkan zakatnya setiap tahun pada awal
bulan Muharram, bila ia memperoleh penghasilan, gajinya
umpamanya pada bulan Safar atau Rabiul Awal atau bulan-bulan
sesudahnya dan ia sudah mengeluarkan zakatnya pada waktu
menerimanya, maka ia tidak waJib lagi mengeluarkan zakatnya
sekali lagi pada akhir tempo bersama dengan kekayaannya yang
lain itu, tetapi mengeluarkan zakat dari penghasilan
tersebut atau sisanya pada masa tempo kedua, sehingga kita
tidak mempersukar diri sendiri sedangkan Allah telah
menegakkan syariat-Nya atas dasar kemudahan.

PERHITUNGAN ZAKAT

Dompet Dhuafa Republika

Kantor Pusat:
Jl.Ir. H. Juanda no 50
Perkantoran Ciputat Indah Permai Blok C28-29
Telp: +62-21-7416050(hunting)
Fax: +62-21-7416070
Website: www.dompetdhuafa.or.id
TABEL PERHITUNGAN ZAKAT
I. Penghasilan/Pemasukan
- Pendapatan (Gaji/Perbulan)
- Pendapatan Lain-lain(/Bulan)
- Hutang/Cicilan (/Bulan)
Pemasukan/Pendapatan per Tahun
II. Zakat Profesi (At-Zira'ah)
- Harga beras saat ini (/Kg)
- Besarnya nishab pertahun
- Wajib membayar zakat profesi?
Dibayarkan pertahun
Dibayarkan perbulan
II. Zakat Harta Simpanan (Maal)
Pendapatan/Pemasukan (Gaji/Tahun) setelah dikurangi Zakat Profesi
Kebutuhan (/Bulan)
Kebutuhan (/Tahun)
Sisa Pendapatan
Harga emas saat ini (/Gram)
Besarnya nishab
Wajib zakat maal?
Dibayarkan pertahun
Dibayarkan perbulan
III. Total Zakat yang Dibayarkan Perbulan
Zakat Maal + Zakat Profesi :

Khithbah (peminangan)

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH.
lanjutan dari pesan yg sebelumnya,,,

Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.

Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)

Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:

الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ

“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”

Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak wanita meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai peminang kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama membatalkan pinangannya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)

Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Jangankan duduk bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih dapat mendatangkan fitnah. Karenanya, ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang seorang lelaki yang telah meminang seorang wanita, kemudian di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i. Berbincanglah si lelaki dengan si wanita. Namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur`an. Lalu apa jawaban Syaikh rahimahullahu? Beliau ternyata berfatwa, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena, perasaan pria bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah haram. Sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, hukumnya haram pula.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, 2/748)

Yang perlu diperhatikan oleh wali

Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:

-Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

-Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.

Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)

Akad nikah dan Walimatul ‘urs

Neng Aan Avdelina 07 November jam 22:27 Balas Laporkan
Akad nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.

Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (آل عمران: 102)

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. (النساء: 1)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. (الأحزاب: 70-71)

Walimatul ‘urs

Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ

“Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no. 3489)

Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dan beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 74: “Diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih Al-Bukhari secara makna.”)

Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)

Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara gemerincing-, ed.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ

“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus Sunnah 9/47,48)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha yang mengisahkan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkannya. (HR. Al-Bukhari no. 5148)

Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik, karena semua itu hukumnya haram.

Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Hal-hal yang dapat dilakukan setelah akad nikah

Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut ini:

Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no. 590).

Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)

Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيُسَمِّ اللهَ عز وجل وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ وَلْيَقُلْ: اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu ‘anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah rad..

3 Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu sampai memiliki beberapa riwayat dalam masalah ini, di antaranya:

Pertama: Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja.

Kedua: Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah.

Ketiga: Boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti bagian dada, punggung, dan semisal keduanya.

Keempat: Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat ini dari Dawud Azh-Zhahiri.

Kelima: Boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula oleh Ibnu Hazm dan dicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari Dawud Azh-Zhahiri.

PERHATIAN: Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata, yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: “Ada pun sau`atan (yakni qubul dan dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, saya sendiri tidak pernah melihat pendapatnya secara langsung dalam buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayini. Dan telah saya kemukakan dalil-dalil yang melarang melihat aurat.”

Sulaiman At-Taimi berkata: “Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”

Ibnu Abdilbarr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: “Ini adalah ijma’ (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini.” (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359)

Selain itu ada pula pendapat berikutnya yang bukan merupakan pendapat Al-Imam Ahmad:

Keenam: Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita, demikian pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya.

Ketujuh: Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya, demikian kata Al-Auza’i. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar hal. 392,393, Fiqhun Nazhar hal. 77,78)

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati zahir hadits dan mencocoki apa yang dilakukan oleh para sahabat. (Ash-Shahihah, membahas hadits no. 99)

4 Bagi orang yang punya kelapangan tentunya, sehingga jangan dipahami bahwa walimah harus dengan memotong kambing. Setiap orang punya kemampuan yang berbeda. (Syarhus Sunnah 9/135)

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam walimah atas pernikahannya dengan Shafiyyah, yang terhidang hanyalah makanan yang terbuat dari tepung dicampur dengan minyak samin dan keju (HR. Al-Bukhari no. 5169).

Sehingga hal ini menunjukkan boleh walimah tanpa memotong sembelihan. Wallahu ‘alam bish-shawab.


alhamdulillah akhirnya selesai juga pembahasan dari mengenal calon pasangan hidup sampai walimatul 'urs...semoga bermanfaat...^_^

Memahami Makna Idul Adha

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH

Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.

Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.

Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.

Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.

Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.

Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.

Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.

Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )

Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.

Para teroris dan pelaku bom bunuh diri jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga hak untuk hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah manusia.

Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak prosedural. (vol.2 hlm.311)

Sudah semestinya dalam melakukan amar makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis, memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.

Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya, penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan.

Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.

Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.

Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat, puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !

Quantum Dzikir Untuk Kesehatan

"Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram". (QS. Ar Rad : 28)

BISMILLAH.
Berdasarkan penelitian Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard University menjelaskan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih pengaruh baik kepada manusia. Menurut Benson tidak ada keimanan yang banyak memberikan kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. Menurutnya, bahwa jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah.
Menurut penelitian David B. Larson dan timnya dari The American National Health Research, diantaranya perbandingan yang taat beragama dengan yang tidak taat beragama untuk sakit jantung 60% lebih rendah dan bunuh diri 100% lebih rendah dari pada yang tidak taat beragama.

Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa berdoa dan berdzikir merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis.

Berkaitan dengan itu , doa dan dzikir merupakan komitmen keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke kehadirat Allah SWT. Dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya.

Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rosulnya.

Dzikir dibagi tiga. Pertama, dzikir atas dzatnya, yakni pengucapan "laa ilaaha illallaah". Kalimat ini untuk menyeimbangkan dan menselaraskan hati dengan Sang Pencipta. Kedua dzikir atas ilmunya, yakni pengucapan Muhammadar Rosuulullah. Allah memberikan pengetahuan dengan perantaraan Rosul SAW. Melalui beliau dituturkan kepada yang berhak mendapatkan petunjuk. Ali R.A. adalah penghubungnya atau wasilah, sesuai hadits "Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya". Ketiga, dzikir atas af'al-Nya, yakni pengucapan "Fi kulli lamhatin wa nafasin Adada maa wasi'ahuu 'Ilmullah (sebanyak kedipan dan nafas mahluk, serta seluas Ilmu Allah).

Pengungkapan dzikir tersebut merupakan kalimat tafakkur atas penciptaan Allah berupa gerak nafas dzikir seluruh mahluk-Nya baik yang tidak terlihat. Penghayatan dzikir ini sesuai dengan firman Allah "Yakni orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri, duduk dan berbaring dan bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi." (QS. Ali Imran: 191)

Konsep penghayatan dzikir tidak berhenti pada pengucapan dan pelantunan dzikir semata, tetapi sentuhan jiwa kepada Allah Yang Rahman dan Rahim menjadi cermin utama dalam menyikapi berbagai keadaan dalam kehidupan.

Allah SWT yang menjadi obyek pada saat kita dzikir akan berubah menjadi subyek, ketika perwujudan dan sifat-sifat Allah yang tampak pada setiap ciptaan-Nya mengambil tempat pada sikap dan perilaku yang berdzikir. Dengan bertafakkur pada kondisi demikian, kesadaran terhadap luasnya ilmu Allah akan tampak begitu nyata.

Dzikir kepada Allah bukan hanya semata-mata mengucapkan Asma Allah didalam lisan atau di dalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah adalah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat dan Af'al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati, sehingga tidak ada lagi rasa khawatir, takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan.

Berserah diri menjadi kata kunci dalam memasuki pengalaman untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Berserah diri tidak mungkin bila kita masih memiliki ego tentang diri kita masing-masing.

Hati bagaikan cermin. Setiap kali kita melakukan dosa maka ibarat debu yang menempel pada cermin. Ketika hati kita sudah bersih, alampun menyambut dengan seluruh aliran energi yang ada di permukaannya. Pada akhirnya masalah bukan lagi hal yang menakutkan, akan tetapi justru menjadi bumbu yang harus diramu menjadi energi untuk hisup. Energi yang mengalir dengan benar maka akan membawa keselarasan dalam hidup kita. Energi yang kita alirkan pada arah yang keliru, akan menghasilkan kerusakan seluruh dimensi kehidupan kita.

Psikoterapi Dzikir dan Doa

Psikoterapi dzikir dan doa dapat dijadikan psikoterapi untuk pengobatan keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Dzikir dan doa adalah metode kesehatan mental. Dengan berdzikir dan berdoa orang akan merasa dekat dengan Allah SWT dan berada dalam perlindungan dan penjagaannya. Dengan demikian akan timbul rasa percaya diri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia.

Tahap Psikoterapi Doa

1. Tahap kesadaran Sebagai Hamba
Pada tahap ini adalah tahap pembangkitan kesadaran. Kesadaran sebagai hamba dan kesadaran kelemahan manusia. Sebelum berdoa seorang hamba diharuskan untuk merendahkan diri kepada Allah. Pada kesadaran ini seseorang disadarkan akan gangguan kejiwaan atau penyakit sebagai bagian diri kemudian dimintakan kesembuhan kepada Allah.

2. Tahap Kesadaran Akan Kekuasaan Allah
Kesadaran akan kekuasan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang memberi Kesembuhan akan sesuatu penyakit. Tahap ini menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan.

3. Tahap Komunikasi
Berkomunikasi dengan Allah adalah suatu hal yang penting, tahap ini bisa berupa pengakuan dosa. Dengan hati yang bersih maka kontak dengan Allah akan lebih jernih.
Pengungapan kegundahan hati dan kesulitan yang dihadapi akan menumbuhkan rasa dekat dengan Allah.
Permohonan doa kesembuhan terhadap apa yang dialami, jangan memaksakan kehendak agar Allah mengabulkan.
Tahap menunggu dan diam, namun hati tetap mengadakan permohonan kepada Allah. Pada tahap ini kita pasrah kepada Allah dan mengikuti kemauannya Allah dan apa kehendak Allah. Maka dengan sikap ini diharapkan akan dapat menangkap jawaban Allah.

Proses Terapi Doa

1. Tumbuhkan niat dalam diri untuk disembuhan oleh Allah.
2. Rilekskan tubuh, kendorkan dari mulai kaki hingga kepala, jangan ada ketegangan otot.
3. Sadari kesalahan yang dirasakan, amati keluhan itu, ikuti dengan kesadaran bahwa kita lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan apa-apa.
4.Sadari kebesaran Allah melalui alam ciptaan-Nya, Dia yang memberi hidup dan mati, Dia yang memberi sembuh dan sakit.
5. Ungkapkan seluruh keluhan yang dirasakan kepada Allah.
6. Mintakan kesembuhn kepada Allah
7. Tetap rilek dan masih pada posisi memohon kepada Allah
8. Pasrah kepada Allah sertai dengan keyakinan bahwa Allah menjawab doa yang dipanjatkan.
9. (Menunggu jawaban doa, diam namun tetap ingat memohon kepada Allah)

Proses Relaksasi Dzikir untuk Mengobati Insomnia

1. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman
2. Pejamkan mata dengan perlahan-lahan, jangan dipaksakan agar otot disekitar mata tidak tegang.
3. Lemaskan semua otot. Mulai dari kaki, betis, paha dan perut. Gerakkan bahu beberapa kali agar rileks.
4. Bernafas dengan wajar, dan ucapkan dalam hati frase yang akan diulang, umpamnya "Subhanallah".
Pada saat mengambil nafas ucapkan "Subhanallah" dalam hati, setelah selesai keluarkan nafas dengan mengucapkan "Allah" dalam hati. Sambil terus melakukan no, 4, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini menggambarkan sikap pasip yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasip ini akan memunculkan efek relaksasi ketenangan yang luar biasa.

Saling Membutuhkan

Assalamu'alaikum waroh matulloh 'wabarakatuh,,,
Bismillahir-Rahmanir-Rahim....
Sebagai pendamping, istri harus berusaha menciptakan kedamaian bagi suami. Salah satunya adalah dengan rajin memberikan senyuman. Senyum adalah "emas" bagi sebuah mahligai rumah tangga. Kehidupan rumah tangga yang sepi dari senyuman adalah ibarat rumah tangga yang gersang. Bayangkan kalau antara suami dan istri saling bersikap diam, dingin, dan tidak ada kemesraan padahal keduanya selalu bertemu, saling membutuhkan dan menua bersama. Kehidupan pasutri yang seperti ini ibaratnya hubungan Raja dengan anak buah, sangat resmi dan monoton.

Senyum adalah juga merupakan pancaran suasana hati dan cerminan kepribadian. Dengan senyuman istri, seorang suami mendapatkan ketentraman dan kehangatan jiwa. Setiap kali ia mendapatkan senyuman sang istri, muncullah suasana bahagia menghiasi relung jiwanya. Senyum istri merupakan obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan segala kepenatan suami setelah seharian mencari nafkah. Karenanya, memberikan senyum kepada suami setiap kali mengantar suami ke kantor dan atau menjemputnya pulang dari kantor adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Demikian pula ketika seorang suami sedang dalam amarah, sang istri akan bisa meredakannya dengan bersikap tenang dan menghibur dengan senyuman. Tidak perduli Betapa banyak masalah yang dihadapi suami di luaran sana, namun semua itu akan lumer ketika melihat kedamaian dalam senyum bahagia sang istri.

Tidak perduli Betapa banyak masalah yang dihadapi suami di luaran sana, namun semua itu akan lumer ketika melihat kedamaian dalam senyum bahagia sang istri.

Begitu pula ketika suami dihadapkan pada segala kelemahan dirinya. Pengertian istri yang diwujudkan dalam kesabaran dan senyum sungguh menjadi sesuatu yang amat diperlukan. Dengan ini seorang suami terhindar dari keputuasaan dan menyalahkan diri atas kekurangannya tersebut. Sedikit senyum istri akan membuat seorang suami tetap bisa terjaga harga diri dan sikap optimisnya.

Sifat murah senyum dan Penyayang yang muncul pada keseharian istri dalam mendidik anak-anak juga akan menimbulkan kebanggan dan kesenangan pada diri suami. Hal ini akan meyakinkan suami bahwa anak-anak tumbuh dalam suasana kasih sayang

Sifat murah senyum dan Penyayang yang muncul pada keseharian istri dalam mendidik anak-anak juga akan menimbulkan kebanggan dan kesenangan pada diri suami. Hal ini akan meyakinkan suami bahwa anak-anak tumbuh dalam suasana kasih sayang. Pun sama halnya ketika istri berinterkasi dengan orang tua dan kerabat suaminya. Keramahan dan senyuman yang menjadi karakter yang muncul pada istri saat akan membentuk persepsi suami bahwa istrinya menerima dan diterima dengan baik dan bahkan menjadi kesayangan orang tua dan anggota keluarganya yang lain. Perasaan ini sungguh akan membuat suami bahagia. Benar benar Senyuman punya pengaruh kuat dalam rumah tangga.

Kata Kata Inilah Yang Ingin Suami Dengar Dari Anda

Layaknya wanita, pria juga merasa bahagia jika mendengar kata-kata manis dari pasangannya. Berikut beberapa hal yang diucapkan wanita, yang dapat membuat para pria bahagia, seperti dikutip dari Helium.

1. "Aku bangga padamu"
Mengungkapkan kebanggan Anda terhadap pasangan, akan membuatnya merasa menjadi seseorang yang berharga bagi Anda. Selain bahagia, Anda juga membangkitkan kepercayaan dirinya.

2. "Aku cinta padamu"
Jangan bosan untuk mengungkapkan kata cinta. Ingatkan terus padanya, betapa Anda mencintainya. Kata-kata itu akan membuat harinya lebih bermakna.

3. "Kamu sangat menarik"
Pria juga perlu dibesarkan hatinya. Terkadang, ia juga merasa tidak percaya diri mengenai penampilannya. Pujian tulus dari Anda akan membesarkan hatinya. Ia akan merasa menjadi orang paling menarik di dunia.

4. "Kamu cerdas"
Otak dan pikiran logis adalah hal yang paling diagungkan oleh para pria. Salah satu yang membuat mereka merasa 'lebih' dari wanita adalah pendapat, bahwa pria lebih logis dari wanita. Memuji kecerdasannya adalah hal yang paling ingin didengar para pria.

5. "Terima Kasih"
Kata terima kasih yang tulus akan membuat para pria memiliki nilai yang lebih. Perasaan dapat membuat para wanitanya senang akan membuat pria bahagia.

6. "Aku menghargai usahamu"
Pria kadang pernah merasa gagal. Saat ini yang ia butuhkan adalah ucapan yang membuatnya merasa dihargai. Bukan karena hasil yang ia dapatkan, melainkan untuk semua usaha yang telah ia lakukan.

7. "Kamu yang terbaik"
Pria juga perlu tahu bahwa tak ada pria lain yang mampu mengambil hati Anda. Jangan bosan-bosan untuk meyakinkannya.

8. "Kau membuatku merasa aman"
Merasa layaknya seorang pahlawan di mata pasangan membuat rasa percaya diri pria meningkat. Menjadi pelindung pasangan adalah hal yang paling iya inginkan.

9. "Aku membutuhkanmu"
Merasa dibutuhkan juga merupakan hal yang paling diinginkan seorang pria. Jangan pernah merasa gengsi untuk mengatakannya.

10. "Kau tak akan terganti"
Mengetahui bahwa ia satu-satunya pria terbaik di hidup Anda, akan membuatnya 'melambung tinggi'. Ia pun akan merasa sangat dicintai. (sydh/MI)

Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/artikel/

Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....

Marilah Setiap detak-detik jantung..,
selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini...

Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik..

Sabtu, 18 Desember 2010

Islam berbicara tentang cinta


Pemaparan tentang cinta kali ini tentunya akan di lihat dari sudut pandang Islam. Islam diturunkan sebagai agama universal yang rahmatan lil ‘alamin. Kedatangan Islam bukan untuk menyengsarakan umat manusia. Sebaliknya, Islam datang agar manusia mampu menikmati dan merasakan rasa cinta dan kasih sayang sesamanya. Bahkan lebih dari itu, Islam mengajarkan bahwa kasih sayang tidak hanya sebatas kepada manusia, Islam menyuruh untuk menebar kasih sayang kepada semua makhluk, termasuk hewan. Tidak dinafikan manusia suka dikasihi dan mengasihi di antara satu sama lain. Golongan remaja adalah golongan yang sering kali dikaitkan dengan soal percintaan. Cuma lumrahnya mereka mudah terikut-ikut serta taksub dengan pengaruh yang dibawa oleh orang-orang barat sehingga tidak jarang mereka pun mengabaikan kaidah-kaidah agama.
Memang Islam sangat menggalakkan umatnya supaya berkasih sayang di antara satu sama lain akan tetapi untuk meluapkan kasih sayang di antara seorang lelaki dan perempuan perlu melalui saluran yang dibenarkan oleh syarak bukan yang menggalakkan kepada perkara-perkara yang mendorong atau merangsang kepada yang dilarang dan maksiat.
Islam sangat menitikberatkan soal remaja di antaranya bagaimana mengarahkan remaja kepada 7 hal tentang percintaan. Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam ada menyebutkan bahawa tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan atau lembayung Allah antaranya: Pemuda atau remaja yang sentiasa beribadat kepada Allah tidak kira pagi, petang, siang atau malam. Seorang laki-laki apabila diajak oleh perempuan yang cantik jelita dan kaya raya untuk melakukan maksiat, dia menolak kerana takutkan Allah, sebagaimana Baginda bersabda yang maksudnya:
“Tujuh orang yang dilindungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya iaitu: Imam yang adil, pemuda yang selalu beribadat kepada Allah, orang yang hatinya sentiasa terpaut kepada masjid, dua orang yang saling cinta-mencintai kerana Allah, mereka bertemu dan berpisah kerana Allah, seorang laki-laki yang diajak oleh perempuan yang kaya dan cantik melakukan maksiat, lalu dia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah,” seorang laki-laki yang sentiasa bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah dinafkahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang sentiasa ingat kepada Allah (berzikir) di tempat yang sunyi sehingga matanya mengalir air mata.” (Hadis riwayat Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, jelaslah bahwa “pemuda dan remaja yang hebat” itu ialah pemuda yang tahan ujian dan mempunyai jati diri serta tidak mudah terpengaruh semata-mata cinta dan takut kepada Allah Subhanahu Wataala. Tetapi sangat disayangkan di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini malah semakin sulit mememukan “remaja hebat” seperti yang dijelaskan dalam hadist di atas. Mari sadarilah bahwa kaum Yahudi akan selalu dan terus berusaha untuk memecah belah dan merusak Islam dengan cara apa pun termasuk menanamkan penafsiran yang salah tentang cinta.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cinta. Hanya sejauh mana dan sepintar apa kita bisa mengendalikan dan menempatkan cinta itu sesuai dengan tingkatannya, karena pada realitinya, Islam adalah agama yang praktikal, bukan mengekang. Islam agama yang mengatur kehidupan dengan lebih sempurna dan Islam tidak pernah menyekat hubungan kasih sayang di antara umatnya.
Pada akhirnya kita mempunyai dua pilihan yaitu:
1. Memilih jalan Allah SWT dan juga contoh Nabi Muhammad SAW yang jelas meninggalkan perkara syirik,syubhat dan bid’ah.
2. Atau silakan mengikuti kemauan orang kafir dengan cara mengikuti gaya mereka.
Wallahu a’lam bishawab.Semoga bermanfaat. Wassalammu’alaikum wr wb.

Ikhlas dalam agama dan melawan kemusyrikan.


Ikhlas menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al utsaimin yaitu beribadah kepada Allah semata-mata hanya untuk taqarub (mendekatkan diri) kepadaNya dan untuk memperoleh apa yang ada disisiNya.Hal ini dilakukan dengan cara memurnikan tujuan, cinta dan pengagungan hanya kepada Allah dan juga memurnikan seluruh apa saja yang bersifat lahir maupun batin dalam beribadah tidak dikehandaki dan diharapkan dari itu semua kecuali hanya ridhaNya.Allah telah berfirman dalam surat Al An’am ayat 162-163: Artinya:“Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyah untuk Allah,Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri(kepada Allah).
Tauhid dan ikhlas ini telah diwujudkan oleh Rasulullah saw, kemudian beliau bersihkan segala sesuatu yang bisa mengotorinya, tidak cukup itu saja bahkan setiap yang bisa membuka peluang untuk masuknya syirik maka beliau sumbat rapat-rapat.Seperti larangan beliau kepada orang yang mengucapkan:”Atas kehendak Allah dan kehendak Anda.” Beliau bersabda:”Apakah kamu hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah?”tapi (ucapkan):”Atas kehendak Allah saja!” Beliau juga melarang sumpah dengan selain Allah karena disitu ada unsur pengagungan terhadap makhluk yang ia gunakan bersumpah. Sebagai lawan dari tauhid dan ikhlas yaitu syirik, Allah telah berfirman untuk memperingatkan kita dari berbuat syirik, artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.”(AnNisaa’36).
Oleh karena itu hendaknya kita berhati-hati dan waspada terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik itu yang besar(akbar) dan dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam,yang kecil (asghar) maupun yang tersembunyi (khafiy).
2. Bersatu dalam agama dan tidak berpecah belah
Perkara ini diperintahkan dalam Al-Qur’an,As-Sunnah serta merupakan jalan hidup shahabat dan salafus shalih.Firman Allah, artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS Ali Imran 103)
Sabda Nabi : Artinya :”Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, maka tidak boleh salah satu menzhalimi yang lain, tidak pula merendahkan dan menghinanya.” (HR Al Bukhari).Juga sabda beliau yang lain: Artinya:”Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lain (HR Al Bukhari). Demikianlah anjuran Nabi saw kepada umatnya agar saling mengasihi dan mencintai serta melarang bermusuhan dan bercerai berai. Memang para shahabat pernah berbeda pendapat, akan tetapi tidak menyebabkan perpecahan, permusuhan dan saling benci karena mereka hakikatnya sama-sama berjalan diatas hukum yang dituntunkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah.Seperti ketika Nabi saw selesai dari perang Ahzab Jibril as memerintahkan agar segera berangkat ke Bani Quraidhah karena mereka melanggar perjanjian,maka Nabi saw bersabda:”Kalian semua jangan shalat Ashar dulu,kecuali kalau sudah sampai di Bani Quraidhah.” (HR Al Bukhari).
Akhirnya mereka meninggalkan Madinah menuju Bani Quraidhah dan bersamaan dengan itu tiba waktu Ashar, maka sebagian dari para shahabat ada yang shalat Ashar dulu dan sebagian lagi ada yang tidak.Hal ini tidak dicela oleh Rasulullah dan dengan kasus ini para shahabat tidak lantas bermusuhan atau saling benci antara satu dengan yang lain.Demikian pula para salafus shalih ketika berbeda pendapat, selagi dalam masalah ijtihadiyah yang disitu berlaku hukum ijtihad maka perbedaan itu tidak menyebabkan permusuhan dan saling benci, bahkan dalam perbedaan yang sangat tajam sekalipun.Inilah salah satu kaidah pokok Ahlussunnah dalam masalah khilafiyah.
Adapun perselisihan yang tidak bisa dikompromi adalah apa saja yang menyelisihi shahabat dan tabi’in seperti dalam hal I’tiqad dan keyakinan yang mana sebelumnya tidak pernah ada dan munculnyapun setelah qurun mufaddlalah (masa generasi terbaik).
3. Mendengar dan patuh kepada pemegang urusan kaum muslimin (ulil amri)
Ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Surat An Nisaa’59). Sedangkan dari hadits nabi diantaranya adalah: Artinya:”Hendaklah kalian semua mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang hamba habasyi”(HR Al Bukhari)
Sabda beliau yang lain Artinya:”Barang siapa yang melihat sesuatu (yang dibenci) pada imamnya maka hendaklah ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jama’ah sejengkal saja,kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahiliyah.(HR Al Bukhari)
Akan tetapi ketaatan terhadap amir tidaklah mutlak,yaitu selagi ia tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasul saw: Artinya: “Wajib seorang muslim untuk mendengar dan taat baik terhadap perkara yang ia sukai maupun yang ia benci kecuali jika disuruh untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR Al Bukhari). Dan yang dimaksud amir disini adalah bukan sebagaimana yang diklaim oleh kelompok-kelompok yang ada saat ini.Mereka semua telah salah dalam menerapkan hadits-hadits Nabi saw yang berkaitan dengan imamah, sehingga bukannya bersatu tapi malah memperbanyak jumlah kelompok dan makin menceraiberaikan umat.
4. Penjelasan tentang ilmu dan ulama; fiqih dan fuqahaa serta orang yang seperti mereka padahal bukan

Ilmu yang dimaksudkan disini ialah ilmu syar’I yaitu pengetahuan tentang apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang diberikan kepada Rasulullah saw baik itu Al Kitab maupun Al hikmah (As Sunnah).
Allah swt telah berfirman: “Katakanlah:”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Sesung-guhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az Zumar: 9)
Adapun selain ilmu syar’I jika itu untuk tujuan kebaikan maka itu baik namun jika untuk tujuan yang buruk maka ia jadi buruk,dan jika tidak ada tujuan apa-apa maka termasuk kategori menyia-nyiakan waktu.
Ilmu memiliki banyak keutamaan diantaranya adalah:
akan diangkat derajatnya oleh Allah.
*Bahwa orang yang berilmu
warisan para nabi.
*Ilmu adalah
meskipun pemiliknya telah meninggal.
*Ilmu akan tetap tinggal
yang dibolehkan adalah iri terhadap orang yang berilmu dan mengamalkannya.
*Salah satu iri
cahaya untuk menerangi jalan kehidupan.
*Ilmu merupakan
lentera yang menerangi orang-orang yang di sekitarnya.
*Orang alim ibarat

Yang sangat ditekankan adalah bahwa kita harus tahu siapa sebenarnya ulama dan fuqaha itu sebab ada juga orang-orang yang menyerupai ulama namun pada hakekatnya adalah bukan.Mereka mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil dan pandai menghiasi perbuatan dan ucapannya sehingga kesesatan dan kebid’ahan yang ia lakukan disangka oleh orang sebagai ilmu padahal bukan,ibarat fatamorgana yang disangka air namun ternyata kosong dan semu belaka.
5. Mengenal wali-wali Allah yang sebenarnya
Wali Allah adalah siapa saja yang beriman kepadaNya, bertakwa dan beristiqamah diatas agamaNya, Allah telah berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.” (QS Yunus: 62-63)
Jadi jika seseorang itu beriman dan bertakwa kepada Allah maka dia adalah waliNya.Bukan sebagaimana yang diyakini sebagian orang bahwa wali adalah orang yang maksum (terjaga dari dosa) dan ia mempunyai jalan (tharikat) tersendiri yang langsung dari Allah, bukan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah saw, atau dengan kata lain bahwa wali Allah itu biasanya orangnya nyeleneh(tidak wajar).Maka tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini tidak layak untuk disebut wali Allah,dan tidak pantas untuk mengaku bahwa dirinya adalah wali. Allah yang lebih tahu siapa yang menjadi waliNya.Dan yang pasti mereka adalah orang-orang yang selalau berpegang teguh dengan kitabNya dan sunnah NabiNya. Allah telah menjelaskan bahwa tingkatan hambaNya yang diberi nikmat dimulai dari nabiyyin (para nabi), Shiddiqin (jujur dan benar imannya), syuhadaa(para syahid) kemudian shalihin(orang shalih), mereka semua ini adalah wali-wali Allah berdasarkan kesepakatan salafus shalih.
6. Melawan syubhat yang ditanamkan syetan untuk menjauh-kan kita dari Al Qur’an dan As Sunnah
Yaitu mereka bisikkan bahwa Al Qur’an dan Sunnah hanya boleh dipelajari oleh orang yang telah mencapai derajat mujtahid mutlak yang setingkat Abu Bakar atau Umar radhiyallahu anhuma.Jikalau seseorang mempelajarinya maka akan jadi kafir atau zindik. Alhamdulillah syubhat ini dengan pertolongan Allah telah dijawab oleh para ulama dengan meletakkan dasar dan syarat-syarat dalam ijtihad serta penjelasan dari mereka tentang tidak bolehnya seseorang untuk taklid buta,namun hendaknya setiap orang berusaha untuk belajar mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman yang benar.
Adapun taklid dibolehkan jika seseorang memang benar-benar awam tidak tahu menahu dan tidak bisa memahami suatu hukum atau sebenarnya mampu namun mengalami kesulitan yang sangat besar maka ia boleh taklid dalam bab yang ia tidak mampu memahaminya.

Sumber Rujukan: Al Ushul As Sittah syaikh Muhammad bin Abdul Wahab; syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Sumbangan belia bertakwa penting bantu kejayaan,pencapaian ummah sepanjang zaman

GENERASI muda, remaja atau belia ialah kelompok yang aktif dalam semua perkara. Mereka suka bertanya, mencuba, tidak serik dengan peristiwa, cenderung lasak, sukakan cabaran, gemar memperaga diri, sukakan hiburan, mahu berkawan malah suka bercinta.

Inilah perkembangan naluri dan fitrah generasi muda dalam proses membentuk diri menuju kematangan dan masuk ke alam dewasa. Sebagai pemuda Islam, tidak salah bakat yang baik dikembangkan.

Potensi yang dimiliki boleh membangunkan diri, masyarakat dan negara, tetapi ia juga boleh merosakkan diri, meruntuhkan masyarakat dan negara. Isu utama ialah bagaimana potensi itu digilap dan disuburkan secara fitrah serta bakat diguna secara bermanfaat.

Islam meletakkan generasi muda pada kedudukan mulia dan hal ini berbeza berbanding pada zaman sebelum kedatangan Islam. Jika dalam masyarakat Arab jahiliah, bangsawan Quraisy membentuk belia mereka dengan latar belakang kemewahan dan hidup berfoya-foya, tetapi sejurus selepas terpancar nur Ilahi ke dalam masyarakat Arab, acuan itu mula dicorakkan kepada konteks lebih luas, global, punya nilai dan beradab.

Corak remaja atau belia pada zaman itu terbentuk melalui kesan tarbiah rohaniah dan jasmaniah yang dipimpin melalui pendekatan wahyu iaitu melalui cara hidup Islam. Budaya atau cara hidup bersandarkan reda Allah wujud pada diri pemuda ketika itu.

Ini menyebabkan mereka tidak saja memiliki pedoman dan dorongan terbaik untuk memandu jalan hidup, tetapi budaya reda Allah itu membentuk kedewasaan remaja yang akhirnya menjadikan mereka taat serta patuh terhadap perintah Allah dan sentiasa mengelak melakukan apa dilarang.

Al-Quran dan al-sunnah sarat dengan contoh generasi pemuda yang diiktiraf berjaya di sisi Allah. Kisah anak muda dalam surah al-Kahfi ialah pengiktirafan yang dinyatakan secara jelas oleh Allah kerana mereka beriman dan mempertahankan sifat takwa walaupun berdepan pemerintah zalim. Firman Allah yang bermaksud: “Sesungguhnya mereka ialah pemuda beriman kepada Tuhan mereka (Allah) dan Kami tambah kepada mereka petunjuk.” (Surah al-Kahfi: 13)

Allah juga memasukkan belia dan remaja yang menghabiskan masa mengabdikan diri kepada Allah dalam kegiatan hidupnya sebagai manusia yang dimasukkan ke dalam golongan mendapat perlindungan lembayung payung Allah di Padang Mahsyar kelak.

Perkara ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tujuh golongan manusia yang akan dilindungi oleh Allah pada hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya, pemuda yang hidup dalam keadaan mengabdikan diri kepada Allah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Pemuda memiliki beberapa kelebihan berbanding orang tua untuk menunaikan tanggungjawab agama sama ada melaksanakan perintah atau menjauhkan larangan antaranya mempunyai banyak masa lapang, belum sibuk dengan kerja lain, mempunyai tenaga dan kekuatan fizikal, mempunyai kecerdasan akal fikiran, mempunyai daya ingatan yang kuat, jarang ditimpa penyakit dan mudah mendapat pertolongan serta memberi bantuan kepada orang lain.

Pada ketika mempunyai kelebihan dan keistimewaan inilah pemuda perlu merebut peluang menunaikan tanggungjawab dengan sebaiknya. Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Rebut lima perkara sebelum lima perkara: muda sebelum tua, lapang sebelum sibuk, sihat sebelum sakit, kaya sebelum miskin dan hidup sebelum mati.”

Pemuda pada awal Islam menjadi tonggak dakwah dan ejen pembangunan dalam membina kekuatan. Nama seperti Mus’ab Umair, Usamah Zaid, Ali Abi Talib, dan Bilal Rabah, membuktikan kepada generasi berikutnya bahawa remaja tonggak kekuatan ummah pada zaman Rasulullah SAW dan sahabat.

Rasulullah SAW berpesan supaya ummah memberikan perhatian kepada mendidik dan menjaga belia dalam sabda Baginda bermaksud: “Aku berpesan kepada kamu supaya memberi perhatian kepada pemuda, sesungguhnya hati mereka lembut. Allah mengutuskan aku membawa agama hanif lalu pemuda menyokong aku sedangkan orang tua menentang aku.”

Justeru, dalam beramal, pemuda dianjurkan sentiasa mengambil peluang melaksanakan ibadat tanpa perlu bertangguh kerana usaha meningkatkan takwa dalam hidup bukan bermusim. Firman Allah bermaksud: “Dan dirikan oleh kamu sembahyang dan tunaikan zakat, dan apa juga yang kamu dulukan daripada kebajikan untuk diri kamu, tentu kamu akan mendapat balasan pahalanya di sisi Allah.” (Surah al-Baqarah: 110)

Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tidak berganjak langkah kaki seseorang hamba pada hari pembalasan kelak sehingga mereka ditanya empat soalan iaitu umurnya ke mana diperuntukkan, usia muda ke mana dihabiskan, hartanya daripada diperoleh dan ke mana dibelanjakan dan ilmunya apakah diamalkannya.” (Hadis riwayat at-Tirmizi)

Rasulullah SAW juga pernah melahirkan perasaan takjubnya kepada pemuda yang sentiasa bersungguh-sungguh menjunjung nilai takwa dalam kehidupannya dan bukan bersikap seperti kebudak-budakan. Sabda Baginda SAW bermaksud: “Sesungguhnya Allah sangat kagum kepada pemuda yang tidak memiliki sifat kebudak-budakan.”

Ketika hayatnya, Baginda SAW selalu berpesan kepada belia dan remaja supaya memperlihatkan sifat matang, sesuai dengan kekuatan fizikal sehingga dapat dibezakan dengan golongan tua. Lantaran itu, ketika usia Baginda menginjak ke angka 40, terjadi peristiwa kenabian pada waktu yang dianggap sempurnanya kematangan umur dewasa. Ketika itu, kebanyakan pendukung kuatnya ialah pemuda.

Saidina Abu Bakar, tua tiga tahun daripada umur Baginda, Saidina Umar pula berusia 27 tahun ketika memeluk Islam, Saidina Othman lebih muda daripada Baginda dan Saidina Ali jauh lebih muda daripada sahabat lain.

Begitu juga sahabat yang terkenal sebagai pendamping dakwah yang dibawa Baginda SAW seperti Abdullah Mas’ud, Said Zaid, Abdul Rahman Auf, Bilal dan Musab Umair yang berusia muda. Nama seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufian, malah Abu Talib yang tidak menerima dakwah Baginda SAW ialah kalangan generasi tua.

Harapan Islam kepada generasi muda, remaja atau belia amat tinggi, justeru pengiktirafan ini mesti dibuktikan melalui tindakan dan realiti, bukan sekadar retorik atau omong kosong. Benar dan tepat kecintaan Allah kepada mereka yang suka bersedekah, tetapi Allah lebih cinta generasi muda yang bersedekah, Allah juga mencintai mereka yang beramal, tetapi Allah lebih mencintai generasi muda beramal. Allah mengasihi orang beribadat, tetapi Allah lebih mengasihi pemuda yang beribadah.

Di dalam Islam, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan tinggi dan istimewa di sisi Allah terbukti melalui pengiktirafan Allah terhadap ilmu melalui wahyu pertama Ilahi kepada junjungan besar Rasulullah memerintahkan baginda untuk mempelajari ilmu dan menitikberatkan kepentingan pembelajaran dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Islam menganggap hanya manusia yang dihiasi dengan ilmu pengetahuan saja golongan yang benar-benar bertakwa kepada Allah.

Jelas di sini bahawa ilmu pengetahuan dalam Islam mengandungi satu kefahaman ilmu yang menyeluruh dan bersepadu yang menyaksikan ilmu dan nilai tidak dapat dipisahkan sama sekali. Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi adalah antara cabang ilmu pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar kepada kelangsungan tamadun manusia.

Istilah sains itu sebenarnya berasal daripada perkataan Latin, scientia dan daripada bahasa Arab yang membawa pengertian sama iaitu ilmu pengetahuan. Pada asalnya, ilmu sains ini merangkumi semua cabang ilmu dihasilkan oleh pemikiran manusia cerdik pandai seperti falsafah, matematik, astronomi, geografi, geologi, fizik, kimia, perubatan dan sebagainya. Semua cabang ilmu itu di satu dan disepadukan di bawah bidang ilmu sains. Kemudian, apabila cabang ilmu itu semakin berkembang dan luas perbahasannya, cabang ilmu itu mula memisahkan diri daripada ilmu sains dan mula membentuk identiti ilmunya yang tersendiri.

Maka, lahirlah ilmu geografi, ilmu perubatan, ilmu fizik dan lain-lain.

Al-Quran teras sains Islam, bahkan al-Quran menganjurkan umat manusia sama ada beriman atau tidak, supaya menyelidiki alam sebagai tanda membuktikan kewujudan dan kebesaran Allah.