Minggu, 09 Oktober 2011

PERILAKU TERPUJI (ADIL, RIDHO, RELA BERKORBAN)

A. PETA KONSEP 1) Adil 1. Pengertian Adil 2. Dalil tentang Adil 3. Contoh perilaku Adil 2) Ridho 1. Pengertian Ridho 2. Dalil tentang Ridho 3. Jenis-jenis Ridho 4. Contoh perilaku Ridho 3) Rela berkorban 1. Pengertian Rela Berkorban 2. Jenis-jenis Rela Berkorban 3. Dalil tentang Rela berkorban 4. Contoh perilaku Rela Berkorban 4) Cara menumbuhkan perilaku adil, ridho, dan rela berkorban 5) Hikmah perilaku adil, ridho, dan rela berkorban 1. B. URAIAN MATERI 2. 1. Adil 1. a. Pengertian adil Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan) dan al qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim.[1] Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah untuk berlaku adil. Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja.[2] Allah swt berfirman: * $pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#y‰pkଠ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7¬Fs? #“uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[3]Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS. An-Nisa’:135) Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.[4] Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135) 1. b. Dalil tentang adil uä!$yJ¡¡9$#ur $ygyèsùu‘ yì|Êurur šc#u”ÏJø9$# ÇÐÈ žwr& (#öqtóôÜs? ’Îû Èb#u”ÏJø9$# ÇÑÈ (#qßJŠÏ%r&ur šcø—uqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ Ÿwur (#rçŽÅ£øƒéB tb#u”ÏJø9$# ÇÒÈ Artinya:”Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan).8. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.9. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”. (QS. Ar-Rahman:7-9) ô‰s)s9 $uZù=y™ö‘r& $oYn=ߙ①ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9t“Rr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# šc#u”ÏJø9$#ur tPqà)u‹Ï9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( $uZø9t“Rr&ur y‰ƒÏ‰ptø:$# ÏmŠÏù Ó¨ù’t/ Ó‰ƒÏ‰x© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 zNn=÷èu‹Ï9ur ª!$# `tB ¼çnçŽÝÇZtƒ ¼ã&s#ß™â‘ur Í=ø‹tóø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# ;“Èqs% Ö“ƒÌ“tã ÇËÎÈ Artinya:“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Hadidi:25) Dan Allah Ahkamul Hâkimîn memerintah untuk berlaku adil secara mutlak, “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” (QS. Al-An’âm : 152) “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. An-Nisâ` : 135) Dan Rabbul ‘Izzah tetap memerintahkan untuk berlaku adil walaupun terhadap musuh sendiri, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâ`idah : 8) Dan Allah memuji orang-orang yang berlaku adil, “Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf : 181) Dan Nabi-Nya telah diperintah untuk menyatakan, “Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.” (QS. Asy-Syûrô: 15) 1. c. Cotoh perilaku adil Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama al Hadi, raja abbasiyah mempersengketakan sebuah kebun, Abu Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu, sedangkan sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya, maka Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah almanshur al Abbasi dan beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan dihalaman masjid, beliau mendudukkan kedua belah pihak di hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli angkut tersebut. Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul mukminin Umar bin Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah, karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan memeranginya tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari’at al-Qur’an, maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka kepada Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan perkara, karena Qadhi membuat putusan agar umat Islam keluar dari Samarkand.[5] ADIL (KEADILAN) DALAM PANDANGAN YUSUF QARDHAWI Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah “Keadilan.” Sehingga Al Qur’an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf (tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah s.w.t.: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al Hadid: 25). Tiada penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan keadilan. Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para Rasul diutus. Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Ar-Rahman: 7-9) Islam memerintahkan kepada seorang Muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya dan hak-hak orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abdullah bin ‘Amr ketika mengurangi haknya sendiri, yaitu dengan terus menerus puasa di siang hari dan shalat di malam hari. “Sesungguhnya untuk tubuhmu kamu punya hak (untuk beristirahat), dan sesungguhnya bagi kedua matamu punya hak dan kepada keluargamu kamu punya hak, dan untuk orang yang menziarahi kamu juga mempunyai hak.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih) Islam juga memerintahkan bersikap adil dengan/terhadap keluarga, isteri, atau beberapa isteri, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Allah SWT berfrman: “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja …” (An-Nisa’: 3). Rasulullah SAW bersabda: “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih) Ketika Basyir bin Sa’ad Al Anshari menginginkan agar Nabi SAW menyaksikannya atas pemberian tertentu, ia mengutamakan pemberian itu untuk sebagian anak-anaknya. Maka Nabi SAW bertanya kepadanya: “Apakah semua anak-anakmu kamu beri mereka itu seperti ini?” Basyir berkata, “tidak!,” Nabi bersabda, “Mintalah saksi selain aku untuk demikian itu, sesungguhnya aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu penyelewengan.” (HR. Muslim) Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135) Allah SWT memerintahkan kepada kita agar berlaku adil, sekalipun terhadap kaum yang kita musuhi, sebagaimana dalam firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Maidah: Betapa banyak sejarah politik dan hukum dalam Islam yang menggambarkan keadilan kaum Muslimin terhadap orang-orang Muslimin dan keadilan para da’i terhadap rakyat. Islam memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil dalam perkataan kita, sehingga saat kita marah tidak boleh keluar dari berkata benar, dan di saat kita senang tidak boleh mendorong kita untuk berbicara yang tidak benar, Allah SWT berfirman: “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah (kerabat (mu)” (Al An’am: 152) Islam juga memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam memberikan kesaksian, maka seseorang tidak boleh memberi kesaksian kecuali dengan sesuatu yang ia ketahui, tidak boleh menambah dan tidak boleh mengurangi, tidak boleh merubah dan tidak boleh mengganti, Allah SWT berfirman: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah …” (Ath Thalaq: 2). “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah.” (Al Maidah: Islam juga memerintahkan untuk bersikap adil dalam hukum, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh) kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil …” (An-Nisa’: 58) Banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan “Imam dan Adil,” dia adalah termasuk tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya. Dia juga termasuk tiga orang yang doanya tidak ditolak. Selain lslam memerintahkan untuk berlaku adil dan mendorong ke arah sana, Islam juga mengharamkan kezhaliman dengan keras dan memberantasnya dengan kuat, baik kedhaliman terhadap diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Terutama kezhaliman orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, kezhaliman orang-orang kaya terhadap yang miskin dan kezhaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Semakin manusia itu lemah, maka menzhaliminya semakin besar pula dosanya. Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz: “Hati-hatilah terhadap doa orang yang dianiaya, karena tidak ada hijab (halangan) antara doa itu dengan Allah.” (HR. Muttafaqun’Alaih). Rasulullah SAW juga bersabda: “Doa orang yang dianiaya itu akan diangkat oleh Allah ke atas awan, dan dibuka untuknya pintu-pintu langit, kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, sungguh akan Aku tolong kamu walaupun setelah beberapa saat.” (HR. Ahmad dan Tarmidzi) Di antara jelasnya bentuk keadilan adalah sebagaimana yang ditegaskan Islam. yang dalam istilah sekarang disebut “Keadilan Sosial” yang berarti keadilan dalam membagi kekayaan (negara). Dan membuka berbagai kesempatan yang memadai untuk anak-anak ummat Islam, ummat yang satu, dan memberi kepada orang-orang yang bekerja buah amalnya (upahnya) dari jerih payah mereka, tanpa dicuri oleh orang-orang yang berkemampuan dan orang-orang yang mempunyai pengaruh. Mendekatkan sisi- sisi perbedaan yang nampak antara individu dan golongan, antara golongan yang satu dengan yang lain, dengan memberikan batas dari monopoli orang-orang kaya di satu sisi dan berusaha untuk meningkatkan pendapatan orang-orang fakir di sisi lain. Ini semua jauh-jauh telah diperhatikan oleh Islam, sehingga Al Qur’an ketika diturunkan di Mekkah pun tidak melupakan permasalahan tersebut, bahkan memberikan perhatiannya yang sangat dalam lingkup yang luas. Maka barangsiapa yang tidak memberi makan kepada orang-orang miskin, ia termasuk ahli Neraka Saqar. Allah SWT berfirman: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka)? Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan tidak (pula) memberi makan orang miskin.” (Al Muddatstsir: 42-44) Tidak cukup juga kamu hanya memberi makan orang miskin, tetapi kamu juga harus ikut mendakwahkan kepada orang lain untuk memberi makan orang miskin dan menyerukan kepada orang lain untuk memperhatikan kepentingan dan keperluan mereka. Allah SWT berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yahm, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (Al Maa’un: 1-3) Al Qur’an mengumpulkan sikap orang yang menelantarkan orang miskin bersama kekufuran kepada Allah, yang menjadikan wajibnya seseorang untuk memperoleh adzab yang pedih dan masuk ke neraka Jahim, sebagaimana firman Allah SWT: “(Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dahulu dia tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin.” (Al Haqqah: 30-34) Masyarakat jahiliyah itu tercela dan dimurkai oleh Allah karena mereka menelantarkan orang-orang lemah dan hanya mementingkan orang-orang yang kuat untuk memakan harta waris dan mencintai harta mereka. “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampuradukkan (yang halal dan yang bathil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al Fajr: 17-20) Islam telah memperhatikan masyarakat lemah. Sebagai realisasinya Islam menentukan hukum dan sarana untuk menyediakan kerja yang sesuai bagi setiap orang yang tidak mendapatkan kerja, gaji (upah) yang adil untuk setiap pekerja (karyawan), makanan yang cukup untuk setiap yang kelaparan, pengobatan yang cukup untuk setiap orang yang sakit, pakaian yang pantas untuk setiap yang telanjang dan mencukupi secara penuh untuk setiap yang membutuhkan, seperti makanan pakaian dan tempat tinggal serta segala sesuatu yang harus dipenuhi, sesuai kondisinya, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Islam memperhatikan orangorang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Inilah definisi Imam Nawawi dalam kitabnya “Al Majmu.” Untuk memenuhi kebutuhan di atas maka Islam mewajibkan hak-hak harta di dalam harta orang-orang kaya yang mana awal dan akhirnya adalah zakat sebagai rukun Islam yang ketiga, yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. Jika ia menolak maka harus diambil secara paksa. Dan kalau ada kelompok kuat yang membelanya maka harus diperangi dengan pedang. Zakat itu diambil dari orang-orang kaya untuk diberikan kepada orang-orang fakir, dengan demikian maka dari ummat untuk ummat. Menurut pendapat yang arjah (lebih unggul) bahwa orang fakir itu diberi zakat untuk mencukupi kebutuhan selama hidup. Dalam batas yang umum selama hasil zakat itu memungkinkan, dengan demikian pada tahun mendatang ia akan menjadi pemberi, bukan pemungut, ia berada di atas bukan lagi di bawah. ADIL (KEADILAN) DALAM PANDANGAN YUSUF QARDHAWI, telah dimuat di majalah Amanah No. 68 TH XIX Desember 2005 / Syawal – Dzulqa’dah 1426 H 1. 2. Ridho 1. a. Pengertian Ridho 2. b. Jenis-jenis Ridho Kata Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti senang, suka, rela. Ridho merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah SWT ridho terhadap kebaikan hambanya.[6] Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela.[7] Dan bisa diartikan Ridho/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat selalu ita rasakan.[8] Pengertian ridha juga ialah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t.[9] Allah swt berfirman: tA$s% ª!$# #x‹»yd ãPöqtƒ ßìxÿZtƒ tûüÏ%ω»¢Á9$# öNßgè%ô‰Ï¹ 4 öNçlm; ×M»¨Yy_ “̍øgrB `ÏB $ygÏFøtrB ㍻yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Y‰t/r& 4 zÓÅ̧‘ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊu‘ur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºsŒ ã—öqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÊÒÈ Artinya:”Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya[10] Itulah keberuntungan yang paling besar".(QS. Al-Maidah:119) Jadi ridho adalah perilaku terpuji menerima dengan senang apa yang telah diberikan Allah kepadanya, berupa ketentuan yang diberikan kepada manusia. Dalam kehidupan seserorang ada beberapa hal yang harus menampilkan sikap ridha, minimal empat macam berikut ini: 1. 1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam. 1. 2. Ridha terhadap taqdir Allah. Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim. Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah. 1. 3. Ridha terhadap perintah orang tua. Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, sebagaiman perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14. Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya. 1. 4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa:59. Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh. 1. c. Dalil tentang Ridho öqs9ur óOßg¯Rr& (#qàÊu‘ !$tB ÞOßg9s?#uä ª!$# ¼ã&è!qß™u‘ur (#qä9$s%ur $uZç6ó¡ym ª!$# $oYŠÏ?÷sã‹y™ ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù ÿ¼ã&è!qß™u‘ur !$¯RÎ) ’n<Î) «!$# šcqç6Ïîºu‘ ÇÎÒÈ Artinya:”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).(QS. At-Taubah:59) 1. d. Contoh Perilaku Ridho Δ Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha. Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun. Δ Dalam riwayat dikisahkan sebagai berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya”. 1. 3. Rela berkorban 1. a. Pengertian Rela berkorban Rela berarti bersedia dengan ikhlas hati, tidak mengharapkan imbalan atau dengan kemaun sendiri. Berkorban berarti memiliki sesuatu yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri. Rela berkorban dalam kehidupan masyarakat berarti bersedia dengan ikhlas memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pemikiran) untuk kepentingan orang lain atau masyarakat. Walaupun dengan berkorban akan menimbulkan cobaan penderitaan bagi dirinya sendiri.[11] 1. b. Jenis-jenis Rela berkorban Sebagaimana dijelaskan dalam (http://didimasyhudi.blogspot.com/2009/05/husnudzan.html) adapun bentuk rela korban dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut: 1. Rela berkorban dalam lingkungan keluarga ; • Biaya untuk sekolah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya • Keikhlasan orang tua dalam memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya 2. Rela berkorban dalam lingkungan kehidupan sekolah : • Pemberian dari siswa berupa sumbangan pohon, tanaman dan bunga untuk halaman sekolah • Para siswa dan guru mengumpulkan sumbangan pakaian layak pakai untuk meringankan beban warga yang tertimpa bencana. 3. Rela berkorban dalam lingkungan kehidupan masyarakat : • Warga masyarakat bergotong royong meperbaiki jembatan yang rusak karena longsor • Warga masyarakat yang mampu menjadi guru sukarelawan bagi anak-anak yang terlantar putus sekolah dan tidak mampu 4. Rela berkorban dalan lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara : • Para warga negara atau masyarakat membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan • Warga masyarakat merelakan sebagian tanahnya untuk pembangunan irigasi dengan memperoleh penggantian yang layak 1. c. Dalil tentang Rela Berkorban bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r’sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y‰÷nÎ) ’n?tã 3“t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþ’Å”s? #’n<Î) ̍øBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r’sù $yJåks]÷t/ ÉAô‰yèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ Artinya:”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al-Hujurat:9) 1. d. Contoh perilaku rela berkorban Abu Jahm bin Hudzaifah RA meriwayatkan, “Ketika peperangan Yarmuk terjadi, saya pergi untuk mencari sepupu saya yang ketika itu berada di garis terdepan pertempuran. Saya membawakan sedikit air untuknya. Akhirnya saya dapati sepupuku itu dalam keadaan terluka parah, sayapun menghampirinya dan mencoba memberi pertolongan dengan sedikit air yang saya bawa. Tiba-tiba saya mendengar rintihan tentara Islam yang terluka parah di dekatnya. Sepupuku itu memandangnya lalu memberi isyarat kepadaku agar air itu diberikan kepadanya. “ Abu Jahm pun melanjutkan, “Sayapun pergi mendekati tentara itu, dia adalah Hisyam bin Abil ‘Ash. Sebelum saya sampai ke tempatnya terdengan pula teriakan dari arah yang tidak jauh dari tempat dia terbaring. Hisyam pun memberi isyarat kepada saya agar memberikan air tersebut kepada orang itu, tetapi sebelum saya sampai kepadanya, orang itu telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kemudian saya bergegas untuk kembali kepada Hisyam tetapi diapun telah wafat. Cepat–cepat saya menuju ke tempat sepupu saya, tapi diapun telah pergi syahid.” Inna lillaahi wainna ilaihi raajiuun….….[12] Demikian sekilas kisah tentang perjuangan sahabat Nabi, mereka rela berkorban untuk menegakkan kalimatullah. 1. 4. Cara menumbuhkan perilaku adil, ridho, dan rela berkorban • Adil o Menjauhi dari sikap egois ketika menentukan dua perkara o Mendahulukan kebaikan daripada kejelekan orang o Bersikap objktif jiak melihat dua perkara yang berbeda o Ridho  Apabila tertimpa musibah, anggap saja itu adalah cobaan yang Allah berikan  Mentaati perintah orang tua sekecil apapun  Mentaati peraturan yang diatur oleh pemerintah demi kemashalatan masyarakatnya  Menerima semua nikmat yang Allah berikan • Rela berkorban o Selalu peduli dan memperhatikan kepentingan umum, bangsa dan negara selain dari kepentingan pribadi. o Suka memberikan contoh dan pembinaan yang baik kepada sesama. o Gemar memberikan pertolongan kepada sesama o Penyantun dan penyayang terhadap orang lain atau lingkungan. o Menjauhi sifat angkuh, egois, hedonis dan matrialistis.[13] 6) Hikmah Hikmah perilaku adil, ridho, dan rela berkorban Perilaku terpuji bagi setiap individu muslim haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip agama. beberapa hikmah dari ketiga perilaku terpuji di atas adalah: 1. Dapat menenangkan pikiran atau batin 2. Dapat meningkatkan keimanan kepada Allah SWT 3. Menciptakan suasana damai dengan masyarakat 1. C. ANALISIS • Konsep Adil merupakan sifat terpuji yang sangat baik yakni memberikan kesampatan buat hak orang lain. Ridho adalah sikap terpuji yang merelakan apa yang telah terjadi. Sedangkan rela berkorban adalah suatu sikap menerima lapang dada apa yang telah Allah berikan kepada kita. Dengan perilaku ketiga tersebut merupakan nilai akhlak yang sangat diperlukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, baik dalam bergaul maupun melakukan aktivitas sosial di lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan Negara. • Prinsip Segala perilaku terpuji tidaklah keluar dari dasar utama yakni al-Qur’an dan al-hadis. Sebagaiman yang ditegaskan dalam surah an-Nisa’135 tentang adil, surah al-Maidah:119 tentang ridho, dan surah al-Hujurat:9 tentang rela berkorban. • Nilai Bahwa menerapkan sikap terpuji sangat dianjurkan oleh islam. Oleh karena itu sangat beruntunglah mereka yang senantiasa menerapkan sikap tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, karena sikap tersebut akan membuat baik orang yang melakukannya maupun orang yang ia tolong, ataupun lingkungan tempat ia tinggal menjadi suasana yang damai. DAFTAR PUSTAKA http://saef-jaza.blogspot.com/2008/07/perilaku-terpuji.html http://almanaar.wordpress.com/2007/10/18/berlaku-adil/ http://chamzawi.wordpress.com/2008/07/26/adil-keadilan-dalam-pandangan-yusuf-qardhawi/ http://jadul99.blogspot.com/2009/07/pengertian-ridho-kata-ridho-berasal.html http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/msg03284.html http://linkgar.wordpress.com/2007/03/05/ridho/ http://didimasyhudi.blogspot.com/2009/05/husnudzan.html http://ilowirawan.wordpress.com/2007/09/22/sifat-rela-berkorban/ ________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar